Foto: Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum Presidium Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP). (Istimewa)

 

kabaripost.com-

Jakarta – Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum Presidium Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP) mendukung langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan Peraturan Perundang-undangan (Perppu) darurat sipil di tengah wabah penyakit covid-19. Menurut Gus Din sapaan akrabnya, langkah ini dinilai tepat agar pemerintah memiliki kewenangan lebih luas mengatur dan mengatasi musibah wabah covid-19.

“Presiden perlu kewenangan yang lebih luas agar ada ketegasan mengatasi dampak wabah penyakit corona. Presiden dengan Perppu Darurat Sipil akan mengatur lebih taktis dan sistematis, serta terpimpin untu mengatasi wabah covid-19,” kata Gus Din dalam siaran persnya, Selasa (31/03/2020).

Menurutnya, tanpa Perppu Darurat Sipil, Presiden akan kualahan menyikapi perbedaan dibawah dalam penangan wabah covid-19. Katanya, tindakan berani presiden diperlukan untuk menyelamatkan jiwa dan keselamatan 300 juta jiwa rakyat Indonesia.

“Siapa yang tidak tunduk dan membangkang atas perintah presiden, akan mendapatkan sangsi tanpa memandang siapapun itu. Baik Gubernur, Bupati/Walikota dan pejabat pemerintah lainnya, termasuk masyarakat sipil itu sendiri,” terang Gus Din yang lulusan Sarjana Ilmu Politik FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) ini.

Selain itu penetapkan tahapan baru dalam penanganan virus corona (covid-19),  baik pembatasan sosial berskala besar dengan kekarantinaan kesehatan. Tentu jika tambah mewabah, maka darurat sipil harus diberlakukan, dengan persetujuan DPR RI.

“Ini bukan soal otoriter atau tidak, ini langkah preventif dan responsif ditengah bertambahnya korban virus corona setiap hari,” ujar pria asal Sumenep, Madura ini.

Kata Gus Din, sebelumnya darurat sipil merupakan status penanganan masalah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 16 Desember 1959 itu Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.

“Isi Perppu jaman Soekarni itu dijabarkan ‘keadaan darurat sipil’ adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang untuk seluruh atau sebagian wilayah negara. Berikut ini bunyi pasal dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1953 ini,” kata Gus Din menyampaikan landasan hukumnya.

Berikut isi Perppu Nomor 23 Tahun 1953:

Pasal 1

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat. Dalam keadaan darurat sipil, presiden dibantu suatu badan yang terdiri atas:

1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.

“Akan tetapi Presiden Jokowi nantinya, dapat mengangkat pejabat lain bila perlu. Presiden juga bisa menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu,” tukas Intelektual Muda ini.

Kata Gus Din, nantinya di level daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota). Kepala daerah tersebut dibantu oleh komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan, kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang pengawas/kepala kejaksaan daerah yang bersangkutan.

“Pada Pasal 7 perppu tersebut dijelaskan, penguasa darurat sipil daerah harus mengikuti arahan penguasa darurat sipil pusat. Bahkan apablia semakin mewabahnya covid-19 ini, Presiden Jokowi dapat mencabut kekuasaan dari penguasa darurat sipil daerah,” jelas Gus Din.

Terakhir kata Konsultan Media ini, apabila keadaan bahaya (baik darurat sipil maupun darurat militer) mau dihentikan, yang memiliki kewenangan adalah presiden/panglima tertinggi angkatan perang. Akan tetapi Kepala Daerah bisa meneruskan keadaan darurat sipil maksimal empat bulan, setelah penghapusan keadaan darurat sipil oleh pemerintah pusat.

“Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku saat diundangkan dan di teken Presiden Jokowi. Pengumuman dan batas waktu kewenangan yang seluas-luasnya dilakukan ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil, dalam hal ini Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang,” pungkas Gus Din menerangkan seperti isi pada Pasal 9 ayat (1) Perppu Nomor 23 Tahun 1959.

Reporter

(4Liv )

By admin