Jakarta – Kabaripost
Bebas asap rokok dan polusi, Paru kita akan lebih sehat pastinya. dalam rangka Peringatan Hari Pneumonia Sedunia yang jatuh pada tanggal 12 November 2022 dan Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Sedunia tanggal 17 November 2022, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyelenggarakan kegiatan “KONFERENSI PERS* secara virtual (daring) yang akan diselenggarakan pada Hari Rabu, 16 November 2022 Jam 13.00-14.30 WIB.
Konperensi pers ini menghadirkan narasumber DR. Dr. Fathiyah Isbaniah, Sp.P(K), FISR dan Dr. Arief Bakhtiar, Sp.P(K).
Pada tanggal 17 November 2022, dokter paru sedunia akan merayakan hari PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis). Merayakan untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat mengenai penting penyakit paru ini disoroti. Menurut COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat global dan Indonesia. Bagaimana tidak? PPOK adalah salah satu dari 3 penyebab kematian secara global dan terjadi pada 384 juta penduduk dunia. Di Indonesia sendiri berdasarkan Riskesdas 2013, total estimasi penderita PPOK adalah 3.7%.
Berdasarkan GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) tahun 2021, Pengertian PPOK adalah Penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani. Memiliki karakter gejala pernapasan dan keterbatasan aliran udara yang persisten dan progresif, Karena abnormalitas saluran pernapasan dan/atau alveolar, Yang umumnya disebabkan oleh pajanan partikel atau gas berbahaya (dalam hal ini salah satu yang menjadi penyebab utama adalah rokok).
Dalam mendiagnosis PPOK, dokter paru akan melihat gejala yg muncul, faktor risiko pasien dan pemeriksaan spirometri untuk menegakkan diagnosis. Gejala yang biasa muncul adalah napas pendek, batuk kronik berdahak. Faktor risiko yang biasa dinilai adalah pajanan terhadap asap rokok dan polusi udara serta jenis pekerjaan pasien apakah terpajan dengan asap atau tidak? Berdasarkan gejala dan faktor risiko, dokter kemudian menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan spirometri.
Tujuan pengobatan PPOK yang stabil adalah: mengurangi gejala dan mengurangi risiko. Mengurangi gejala untuk memperbaiki kemampuan beraktivitas dan memperbaiki status Kesehatan. Mengurangi risiko untuk mencegah perkembangan penyakit, mencegah serangan akut dan menurunkan risiko kematian. Mengingat bahwa PPOK tidak dapat disembuhkan maka pencegahan dan deteksi lebih dini akan jauh memberikan manfaat yang lebih besar. Salah satu upaya untuk mendeteksi lebih dini agar penderita tidak terlanjur jatuh ke dalam kondisi yang lebih berat, saat ini PDPI bersama pemerintah akan menggalakkan penemuan dini PPOK dengan menggunakan skor PUMA. Yang akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan spirometri (faal paru).
Secara umum meliputi: edukasi, berhenti merokok, menghindari pajanan polusi partikel berbahaya seperti menggunakan masker ketika berada di lingkungan yang berisiko, obat bronkodilator (obat pelega),obat anti peradangan, antibiotik, antioksidan, mukolitik, antitusif dan penghambat phosphodiesterase-4. Apabila dirasa perlu dapat di berikan terapi oksigen untuk mempertahankan oksigenisasi seluler dan mencegah kerusakan sel. Diperlukan juga rehabilitasi respirasi pada PPOK yang bertujuan untuk mengontrol dan mengurangi gejala dan komplikasi, mengoptimalkan status fungsional pasien, meningkatkan aktivitas dan partisipasi pasien dalam kehidupan sosial dan masyarakat serta menurunkan biaya perawatan kesehatan dengan menurunkan morbiditas atau dengan mencegah efek sistemik penyakit.
Pada PPOK dapat terjadi eksaserbasi, yaitu suatu kondisi akut yang ditandai dengan perburukan gejala respirasi dari variasi gejala normal harian dan membutuhkan perubahan terapi. Eksaserbasi sering terjadi pada pasien PPOK yang dicetuskan oleh infeksi bakteri atau virus, polusi lingkungan atau faktor lain yang belum diketahui.
PPOK sering berdampingan dengan penyakit lain sebagai komorbid yang dapat berpengaruh secara signifikan terhadap prognosisnya. Beberapa komorbid independen terhadap PPOK, sedangkan komorbid lainnya memiliki hubungan kausalitas. Tata laksana secara komprehensif pada PPOK harus juga melakukan identifikasi serta terapi pada komorbidnya, baik komorbid tersebut memiliki hubungan atau tidak dengan PPOK. Secara umum adanya komorbid tidak akan merubah terapi PPOK dan berbagai komorbidnya diterapi sesuai pedoman masing-masing komorbid.
Yang diharapkan oleh pasien PPOK secara umum adalah keinginan untuk segera terbebas dari gejala, untuk menghindari serangan akut dan rawat inap serta keinginan untuk dapat beraktivitas harian
Dalam masa pandemi yang masih belum selesai seperti sekarang ini penderita PPOK yang memberikan gejala pernafsan yang baru atau perburukan, de: m, dan/atau gejala lainnya yang mungkin berhubungan dengan COVID-19, meskipun ringan, sebaiknya dilakukan test kemungkinan terinfeksi dengan
SARS-CoV-2. Pasien harus tetap minum obat-obat baik yang oral maupin inhalasi untuk PPOK seperti yang dianjurkan karena tidak ada bukti bahwa obat PPOK harus dirubah selama pandemi ini. Terutama pada komunitas yang prevalensi COVID-19 tinggi, penggunaan spirometry harus dibatasi untuk pasien yang benar-benar membutuhkan untuk diagnose PPOK atau perlu untuk menilai fungsi paru.
Kita lahir hanya dengan sepasang paru hingga usia tua, sehingga penting untuk menjaga kesehatan paru untuk kehidupan yang sejahtera. Oleh karena itu sebagai dokter paru, kami mengharapkan masyarakat untuk menghentikan pajanan asap rokok tembakau dan polusi udara lain termasuk bagi perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerjanya, bagi masyarakat dapat menjaga lingkungan yang bebas polusi udara, karena akan berdampak pada fungsi paru di masa tua nanti. Bagi mereka yang terlanjur sakit dapat memanfaatkan kualitas layanan kesehatan termasuk rehabilitasi paru. Pemerintah diharapkan dapat semakin meningkatkan akses ke layanan kesehatan, ketersedian obat-obatan serta sarana untuk mendiagnosis PPOK secara lebih dini.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menghimbau kepada semua masyarakat agar selama masa pandemi masyarakat dihimbau untuk meningkatkan asupan gizi, istirahat cukup, berolahraga teratur, mengurangi stress dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi. Masyarakat tetap disarankan melakukan protokol kesehatan ketat dalam rangka mencegah penularan penyakit infeksi paru. Masyarakat dihimbau untuk berhenti merokok sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi paru. Masyarakat dihimbau segera memeriksakan diri jika terdapat salah satu gejala yang mengarah ke Pneumonia seperti batuk dengan atau tanpa dahak, sesak, demam, dengan gejala penyerta lainnya.
Masyarakat dihimbau untuk tidak mengonsumsi antibiotik tanpa indikasi dari dokter karena dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi antibiotik. Bagi masyarakat yang memiliki komorbid kronis dianjurkan untuk melakukan kontrol rutin untuk mencegah terjadinya infeksi pneumonia denga risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dan dihimbau kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi pencegahan infeksi paru seperti vaksin pneumokokus, vaksin influenza, dan vaksin COVID-19.
Kepada pemerintah, PDPI mengharapkan dukungan dan komitmen pemerintah sangat penting dalam menurunkan angka kesakitan akibat pneumonia. Kebijakan-kebijakan terutama untuk mencegah penularan. infeksi dan penanggulangan resistensi antibiotik.
Komitmen pemerintah untuk membantu penyebaran informasi mengenai gaya hidup sehat dan berhenti merokok. Kebijakan dan komitmen pemerintah dalam upaya disiplin penggunaan protokol kesehatan oleh masyarakat umum. Diharapkan komitment pemerintah dalam pengadaan program edukasi kepada masyarakat mengenai gejala dan tanda pneumonia sehingga masyarakat dapat memeriksan diri segera ke pusat pelayanan kesehatan.
Kebijakan pemerintah sangat diperlukan untuk mencegah konsumsi antibiotik tanpa indikasi dokter oleh masyarakat umum. Penyediaan pelayanan fasilitas kesehatan secara merata dan terjangkau oleh masyarakat luas dapat membantu agar masyarakat dengan komorbid kronis dapat kontrol secara rutin. Kebijakan dan komitmen pemerintah sangat diperlukan untuk menggalakkan program vaksinasi Pneumokokkus, Influenza, dan COVID-19 sebagai upaya mencegah Pneumonia.
PDPI Terus Berkarya Untuk Bangsa Dengan semakin berkembangnya ilmu dan pengetahuan di bidang pneumonia, PDPI berkomitmen terus memberikan pelayanan paripurna dengan peningkatan tindakan pencegahan penularan infeksi dan resistensi antibiotik. PDPI terus mengembangkan dan mendukung penanganan Pneumonia yang lebih baik dari tingkat pusat dan perifer, pengembangan dan pengadaan alat dan teknologi baru dalam diagnosis dan tatalaksana Pneumonia. PDPI juga terus melakukan penelitian dalam rangka pengembangan vaksin, obat-obatan Pneumonia terbaru untuk dapat direkomendasikan kepada pemerintah guna dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas Pneumonia.
PDPI sebagai garda terdepan yang berkomitmen untuk berperan aktif dalam menanggulangi penyakit respirasi di Indonesia termasuk Pneumonia.
Diakhir acara, dibacakan pengumuman penghargaan untuk PDPI Cabang dengan persentase keaktifan anggota mengisi registri PPOK, yaitu: Persentase tertinggi: 1. Surakarta 35% 2. Bekasi 34 % 3. Malang 30% Dan anggota cabang yang paling aktif: 1. Dr. Retno Ariza (Lampung): 102 p 2. Dr. Nurrahmah (Aceh): 55 p 3. Dr. Irmaini (Aceh): 39 p.
(Rully)